Oleh:HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Bedah Buku Kedaulatan Rakyat, Minggu, 22 Februari 2009
Judul Buku
Dimuat di Bedah Buku Kedaulatan Rakyat, Minggu, 22 Februari 2009
Judul Buku
Air Mata Palestina
Penyusun
Penyusun
Ahmad Ghazali Khairi&Amin Bukhari
Penerbit
Penerbit
Hi-Fest Publishing Jakarta
Cetakan I
Cetakan I
2009
Tebal
Tebal
300 halaman
DALAM setiap peperangan selalu menghadirkan korban. Yang menyedihkan, korban dari peperangan itu adalah anak-anak kecil yang masih memiliki hari depan. Seperti kita saksikan sekitar awal tahun 2009 ini, anak-anak Palestina harus menerima perlakuan di luar batas manusiawi. Anak-anak Palestina harus berguguran diterpa mesin perang, entah dari udara, laut ataupun darat.
Apa yang terjadi di awal tahun ini di Palestina, khususnya Jalur Gaza, tentu saja merupakan episode panjang kepiluan. Sejak berpuluh-puluh tahun lalu, Palestina senantiasa berkobar. Tidak hanya anak-anak, perempuan pun harus menjemput kematian akibat serangan militer Israel. Ide Zionisme yang berkehendak mendirikan negara di atas tanah bangsa lain telah menimbulkan luka mendalam bagi rakyat Palestina.
Dilihat dari sudut pandang sejarah, Zionis Israel Yahudi sebenarnya tidak memiliki akar sejarah sebagai penduduk asli Palestina. Kedatangan mereka di tanah Palestina pada akhir periode sebelum lahirnya Isa bin Maryam sampai permulaan masehi bukanlah sebagai pemilik, tetapi sebagai imigran dari Mesir. Begitu juga kedatangan mereka ke tanah Palestina saat ini yang berujung pada kolonialisasi. Sebelum masuknya bangsa Israel, Palestina telah dihuni oleh bangsa Kanaan yang merupakan nenek moyang bangsa Arab Palestina saat ini. Ini disebutkan dalam Kitab Bilangan XIII ayat 17-18, ”Maka Musa menyuruh mereka mengintai tanah Kanaan...dan mengamat-amati keadaan negeri itu; apakah bangsa yang mendiaminya kuat atau lemah, apakah mereka sedikit atau banyak.” (hal. 16).
Maka, tak heran jika Menlu Hassan Wirajuda pernah mengatakan bahwa masalah inti di Palestina adalah penjajahan Israel. Oleh karena itu solusinya adalah pembentukan negara Palestina merdeka. Tentu saja, solusi itu menjadi tekad dan cita-cita bersama masyarakat bijak yang memahami makna sebuah kehidupan aman, damai, dan dipenuhi kebaikan. Masyarakat yang bijak tidak menghalalkan penindasan dan penjajahan, tapi justru berupaya menciptakan tatanan kehidupan dimana masing-masing bangsa saling menghormati dan bergerak bersama menuju tatanan dunia penuh berkah Ilahi.
Meskipun belum mendekati kesempurnaan, buku ini paling tidak bisa memperkaya referensi pembaca terkait negeri Palestina. Kondisi geografi Palestina coba dijelaskan termasuk keberadaan tempat-tempat suci di bumi Palestina. Buku ini juga memaparkan sejarah konflik Palestina-Israel. Pun, sejarah singkat berdirinya Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), Fatah, dan Hamas diulas dalam buku ini. Melalui buku ini, kita diajak untuk menyelami persoalan Palestina dan menyadari bahwa Palestina adalah sebuah negara yang tentu berhak hidup merdeka tanpa terus tercekam akibat penindasan Israel. Mungkinkah air mata Palestina berhenti mengalir?
HENDRA SUGIANTORO,
Pegiat forum El-Pena di Yogyakarta
DALAM setiap peperangan selalu menghadirkan korban. Yang menyedihkan, korban dari peperangan itu adalah anak-anak kecil yang masih memiliki hari depan. Seperti kita saksikan sekitar awal tahun 2009 ini, anak-anak Palestina harus menerima perlakuan di luar batas manusiawi. Anak-anak Palestina harus berguguran diterpa mesin perang, entah dari udara, laut ataupun darat.
Apa yang terjadi di awal tahun ini di Palestina, khususnya Jalur Gaza, tentu saja merupakan episode panjang kepiluan. Sejak berpuluh-puluh tahun lalu, Palestina senantiasa berkobar. Tidak hanya anak-anak, perempuan pun harus menjemput kematian akibat serangan militer Israel. Ide Zionisme yang berkehendak mendirikan negara di atas tanah bangsa lain telah menimbulkan luka mendalam bagi rakyat Palestina.
Dilihat dari sudut pandang sejarah, Zionis Israel Yahudi sebenarnya tidak memiliki akar sejarah sebagai penduduk asli Palestina. Kedatangan mereka di tanah Palestina pada akhir periode sebelum lahirnya Isa bin Maryam sampai permulaan masehi bukanlah sebagai pemilik, tetapi sebagai imigran dari Mesir. Begitu juga kedatangan mereka ke tanah Palestina saat ini yang berujung pada kolonialisasi. Sebelum masuknya bangsa Israel, Palestina telah dihuni oleh bangsa Kanaan yang merupakan nenek moyang bangsa Arab Palestina saat ini. Ini disebutkan dalam Kitab Bilangan XIII ayat 17-18, ”Maka Musa menyuruh mereka mengintai tanah Kanaan...dan mengamat-amati keadaan negeri itu; apakah bangsa yang mendiaminya kuat atau lemah, apakah mereka sedikit atau banyak.” (hal. 16).
Maka, tak heran jika Menlu Hassan Wirajuda pernah mengatakan bahwa masalah inti di Palestina adalah penjajahan Israel. Oleh karena itu solusinya adalah pembentukan negara Palestina merdeka. Tentu saja, solusi itu menjadi tekad dan cita-cita bersama masyarakat bijak yang memahami makna sebuah kehidupan aman, damai, dan dipenuhi kebaikan. Masyarakat yang bijak tidak menghalalkan penindasan dan penjajahan, tapi justru berupaya menciptakan tatanan kehidupan dimana masing-masing bangsa saling menghormati dan bergerak bersama menuju tatanan dunia penuh berkah Ilahi.
Meskipun belum mendekati kesempurnaan, buku ini paling tidak bisa memperkaya referensi pembaca terkait negeri Palestina. Kondisi geografi Palestina coba dijelaskan termasuk keberadaan tempat-tempat suci di bumi Palestina. Buku ini juga memaparkan sejarah konflik Palestina-Israel. Pun, sejarah singkat berdirinya Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), Fatah, dan Hamas diulas dalam buku ini. Melalui buku ini, kita diajak untuk menyelami persoalan Palestina dan menyadari bahwa Palestina adalah sebuah negara yang tentu berhak hidup merdeka tanpa terus tercekam akibat penindasan Israel. Mungkinkah air mata Palestina berhenti mengalir?
HENDRA SUGIANTORO,
Pegiat forum El-Pena di Yogyakarta