Oleh: HENDRA SUGIANTORO Dimuat di Resensi Buku HARIAN JOGJA, Kamis 15 September 2011
Judul Buku: The Becak Way: Ngudoroso Inspiratif di Jalan Becek Penulis: Harry van Yogya
Penerbit: Metagraf, Solo Cetakan: I, 2011 Tebal: xvi+184 halaman
Becak adalah salah satu wajah dari kota Yogyakarta. Pernyataan ini tak berlebihan mengingat eksistensi becak yang tak pudar ditelan zaman. Dibandingkan kota lainnya semisal Jakarta, becak di kota ini tetap bertahan di tengah munculnya moda transportasi lain. Jika selama ini kita melihat wajah becak hanya di jalan-jalan, maka buku ini bisa mengajak kita menyelami wajah becak lebih mendalam. Harry van Yogya adalah salah seorang tukang becak di kota ini. Tulisannya dalam buku ini sekiranya menarik untuk disimak.
Harry van Yogya memiliki nama asli Blasius Haryadi, berasal dari Bantul. Mas Harry, sapaan akrabnya, telah madhep mantep memilih becak sebagai jalan hidup. Mulai menarik becak sejak tahun 1990, ia tak kenal putus asa menekuni profesinya. Baginya, menjadi tukang becak berarti menjadi manusia merdeka. Ia bisa bebas mau mencari penumpang di mana saja dan bisa beristirahat kapan saja. Dengan menjadi tukang becak, ia bisa menjadi dirinya sendiri, menentukan pilihannya sendiri, bukan atas tekanan dan kehendak orang lain (halaman. 1-2). Buku ini memang memuat kisah Mas Harry terkait pilihannya menjadi tukang becak. Namun, tak sekadar itu. Mas Harry juga menggambarkan keberadaan becak dan suka duka tukang becak secara lebih luas. Bahkan, kita bisa mendapatkan wawasan dan pengetahuan tentang becak dari Mas Harry.
Menurut Mas Herry, becak berasal dari bahasa Hokkien be chia’ yang berarti kereta kuda. Di Indonesia, ada dua jenis becak yang lazim digunakan, yakni becak dengan pengemudi di belakang yang biasanya ada di Pulau Jawa dan becak dengan pengemudi di samping yang banyak dijumpai di Pulau Sumatera. Pada era 1970 sampai 1980 dikenal dua pabrik becak terbesar di Yogyakarta, yakni Sinar Laut dan Pasti Jaya. Pada sekitar tahun 1960-an ada satu pembuat becak paling terkenal di Yogyakata bernama Siong Hong. Sebelum itu, pada era 1950-an, terdapat tiga toko pengusaha yang juga menjadi bengkel perakitan becak di Yogyakarta, yakni Lei Kiong, HBH, dan Rocket. Di era itu muncul juga usaha penyewaan becak pertama: Tetap Jaya. Tetap Jaya bisa dikatakan sebagai ‘cikal bakal’ becak yang merajai dunia perbecakan Yogyakarta era 1990-an (halaman 19-21).
Lewat buku ini, Mas Harry turut menyampaikan uneg-uneg dan gagasan tentang kemajuan pariwisata Yogyakarta. Kita bisa membaca konsepnya yang amat menakjubkan dalam bab bertajuk Nderek Ngangen-angen Pariwisata Yogyakarta. Salah satu usulnya, Mas Harry menyarankan jangan hanya Sego Segawe, tapi juga Bego Segawe. Dengan amat menarik, Mas Harry pun menawarkan konsep becak masa depan. Pastinya, ada hal-hal menarik lainnya yang dituliskan Mas Harry dalam buku ini. Selamat membaca.
HENDRA SUGIANTORO
Pembaca buku, tinggal di Yogyakarta
1 komentar:
Mohon informasi alamat pabrik becak di Yogya, terima kasih
Posting Komentar