Pelajar dan Perilaku Merokok

Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Kiprah JOGJA RAYA, Selasa 13 September 2011

PELAJAR merokok tentu memunculkan kegelisahan. Meskipun ada pelajar yang memiliki kesadaran menjauhi rokok, namun tidak seluruh pelajar menolak rokok. Fakta ini mengundang rasa keprihatinan mengingat pelajar sebagai generasi bangsa telah tergerogoti zat-zat berbahaya dari rokok. Lantas, bagaimana kita membaca fenomena ini?

Dengan jujur harus diakui bahwa perilaku merokok di kalangan pelajar di Yogyakarta relatif tinggi. Sekitar tiga tahun lalu, penelitian Quit Tobacco Indonesia secara random di beberapa SMP dan SMA di kota Yogyakarta menyebutkan sebanyak 60% siswa SMP/SMA menjadi perokok aktif. Yang memprihatinkan, 5-7% di antara perokok itu adalah siswa perempuan. Data tiga tahun ini masih bisa dijadikan acuan seberapa tinggi perilaku merokok di kalangan pelajar Yogyakarta, karena diasumsikan tidak ada penurunan signifikan.

Di telisik lebih jauh, perilaku pelajar merokok tidak terlepas dari pengaruh. Mengacu pada penelitian Pusat Studi Wanita (PSW) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, pengaruh orang dewasa ternyata lebih besar ketimbang pengaruh iklan rokok. Adapun usia rata-rata remaja di Yogyakarta merokok adalah 12 tahun lebih 6 bulan. Dari seluruh remaja di Yogyakarta, ada sekitar 29,1% remaja adalah perokok aktif. Disebutkan dalam penelitian lembaga itu pada 2008 bahwa sekitar 64,4% dari 400 responden yang terdiri dari anak-anak dan remaja berusia 7-18 tahun menghisap rokok karena meniru perilaku ayahnya. Ayah sebagai orang dewasa di lingkungan keluarga ternyata menyebabkan anak menghisap rokok.

Terkait perilaku merokok di kalangan pelajar, pengaruh orang dewasa tentunya tidak bisa dipandang sebelah mata. Pada titik ini, kesadaran orang-orang dewasa menyelamatkan generasi bangsa dari ancaman dan bahaya rokok sangat begitu penting. Selain ayah, orang dewasa di lingkungan keluarga adalah ibu yang merokok. Ironisnya, pengaruh orangtua terhadap perilaku merokok anaknya seringkali tidak disadari. Adakalanya orangtua melarang anaknya merokok, tetapi tidak memberikan contoh perilaku tanpa rokok. Tentu saja, betapa beruntungnya anak yang di dalam rumah tidak menjumpai asap rokok mengebul karena orangtuanya tidak merokok. Di sisi lain, ada juga orangtua yang membiarkan anaknya merokok. Dalam hal ini, perilaku orangtua terutama ayah untuk tidak merokok diharapkan. Jika pun tidak bisa menghentikan merokok, seorang ayah minimal merokok di tempat yang jauh dari pandangan anak. Itu minimal, dan alangkah lebih baik jika ayah berhenti merokok. Selain memelihara dan menjaga kesehatan, ayah yang tidak merokok bisa menjadi teladan dan menyelamatkan anak dari bahaya merokok.

Selain lingkungan keluarga, lingkungan sekolah ataupun pengaruh teman juga bisa mengakibatkan perilaku merokok pelajar. Di lingkungan sekolah, misalnya, ada beberapa sekolah yang menerapkan peraturan bersih dari asap rokok, namun tidak sedikit sekolah yang membiarkan guru merokok. Di sekolah yang tegas melarang merokok, tidak ada guru yang merokok di ruang guru sekali pun. Adanya guru yang merokok sedikit banyak juga mempengaruhi pelajar merokok. Maka, alangkah baiknya jika seluruh sekolah menerapkan peraturan secara tegas melarang guru menghisap rokok.

Terkait dengan lingkungan sekolah, hal yang tidak bisa diabaikan adalah lingkungan di luar sekolah. Biasanya pelajar-pelajar merokok saat jam istirahat. Pengamatan penulis menjumpai perilaku merokok pelajar dilakukan di warung-warung sekitar sekolah. Kontrol pihak sekolah terhadap warung-warung di sekitar sekolah selayaknya perlu dilakukan meskipun kadang kala ada pelajar yang mbeling. Dalam hal ini, peran guru Bimbingan dan Konseling (BK), misalnya, diharapkan untuk memberikan konsep diri yang jelas kepada para pelajar di sekolahnya. Guru BK perlu melakukan upaya pengenalan bahaya merokok dan pencegahannya.

Untuk menghilangkan perilaku merokok pelajar tentu saja tidak hanya tanggung jawab pihak keluarga dan pihak sekolah semata. Pemerintah Kota Yogyakarta setidaknya juga perlu merenung sejenak mengenai maraknya iklan-iklan rokok di ruang publik. Sungguh suatu ironi ketika menyaksikan kota Yogyakarta dipenuhi iklan-iklan rokok. Kita dapat menyaksikan dimanapun mata memandang selalu saja dijumpai iklan-iklan rokok terpajang dan bertebaran. Maka, perlu menjadi kesadaran bersama mengatasi perilaku merokok di kalangan pelajar di Yogyakarta. Sebagai kota pelajar dan pendidikan, Yogyakarta tentu malu jika pelajar-pelajarnya tidak mampu memberikan contoh dan keteladanan yang positif. Upaya mengatasi perilaku merokok di kalangan pelajar harus dilakukan segenap pihak dan perlu mendapatkan perhatian. Wallahu a’lam.(HENDRA SUGIANTORO, pembelajar di UPY)

0 komentar: