Bercita-cita Besarlah Meski Miskin

Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Bisik MINGGU PAGI No. 37 TH 65 Minggu III Desember 2012

Meskipun ukuran miskin bagi setiap orang relatif, kemiskinan tetaplah kenyataan di tengah masyarakat. Sebagian dari kita mungkin masih terpontang-panting sekadar memenuhi kebutuhan pokok. Siapa pun tentu bisa mengubah nasib hidup. Kuncinya adalah ketekunan berusaha disertai doa yang memanjang. Hidup miskin bukan alasan untuk tak bercita-cita besar. Untuk mencapai kemapanan hidup, jangan pernah menyerah.

 
Di dunia ini, banyak kita saksikan orang-orang yang berhasil di tengah hidup yang serba miskin. Kalau kita pergi ke toko, coba perhatikan produk yang bertuliskan Nestle. Itu adalah nama orang, Henri Nestle. Bayangkan, ia dulunya miskin. Ia anak ke-11 dari 14 bersaudara. Konon setiap hari orangtuanya hanya mampu memberikan sesendok coklat hangat bagi anak-anaknya. Akibat kemiskinan, banyak dari anggota keluarganya yang meninggal karena kekurangan gizi. Dengan kenyataan itu, Nestle terlecut untuk merubah nasib hidup. Ia tak lupa menimba ilmu dan berjuang keras. Sampai akhirnya ia berhasil membangun pabrik susu yang kita kenal selama ini. Ia memiliki misi agar produk susunya itu bisa membantu perkembangan kesehatan anak-anak seluruh dunia.
 
Dahlan Iskan dulunya juga miskin. Sewaktu kecil, ia tak mampu memiliki sepatu. Ia nyeker berjalan berkilo-kilo menuju sekolahnya. Orangtuanya tak cukup dana untuk sekadar membelikan sepatu. Namun, Dahlan Iskan tetap menikmati kemiskinannya dalam kesyukuran. Ia bekerja keras untuk ikut menopang ekonomi keluarganya. Hidup sederhana adalah keniscayaan dengan terus menggenggam impian taraf hidup yang lebih baik. 

Ada pepatah Arab, “Al-jaddu bil-jiddi wal hirmanu bil-kasali, fanshab tushib an-qariibin ghayatal-‘amali”. Artinya kurang lebih, “Rezeki diperoleh dengan bekerja keras dan kemiskinan diperoleh karena kemalasan. Maka, bekerja keraslah niscaya engkau akan memperoleh apa yang engkau cita-citakan.” Bekerja keras perlu disertai dengan kesediaan belajar. Dalam derap zaman, perubahan itu pasti, namun pertumbuhan adalah pilihan. Untuk bisa bertumbuh, kuncinya adalah belajar. Belajar agar bertumbuh ilmu, wawasan, dan pengetahuan. Belajar agar bertumbuh kapasitas keterampilan. Belajar agar bertumbuh kualitas diri. Tanpa mau meng-“up grade” kualitas diri, zaman yang senantiasa berubah pesat bisa-bisa akan menggilas kita. 

Jadi, meskipun miskin, tetaplah bercita-cita besar. Tekun dalam ikhtiar dan senantiasa dekat dengan Sang Pencipta. Jika pun ada hambatan dan tantangan, itu adalah cara Tuhan untuk mematangkan diri kita agar lebih tangguh dan lebih hebat menjalani kehidupan. Fokuslah pada tujuan hidup sesuai cita-cita besar yang telah dipancangkan. Wallahu a’lam.

0 komentar: