Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Opini KORAN MERAPI PEMBARUAN,
Selasa, 25 September 2012
Menyaksikan fakta tersebut, kita patut
prihatin. Memang uang masih bisa dicari meskipun hanya tamat SMP atau tidak
sampai SMP. Pekerjaan apapun bisa dilakoni. Kini menjadi pembantu rumah tangga
pun relatif bisa menjamin hidup mapan. Maka, ada petani-petani di desa yang
menjadikan anak perempuannya sebagai aset ekonomi. Namun, persoalannya bukan
terletak pada urusan bisa atau tidak bisa mencari nafkah. Lebih dari itu, persoalannya
adalah pada kepemilikan paradigma, konsep, cara pandang, dan pemikiran terhadap
kehidupan dan masa depan. Asumsinya, semakin matang pendidikan seseorang,
semakin matang pula pola pikir, konsep hidup, ilmu, wawasan, dan pengetahuannya.
Efeknya juga pada generasi mendatang. Orangtua yang hanya tamatan SMP akan
berbeda dengan tamatan SMA atau tamatan perguruan tinggi dalam mendidik anak.
Bagaimana kita memandang fenomena ini?
Ditinjau
dari konstitusi, pendidikan menjadi bagian dari tanggung jawab negara. Adanya warga negara yang tak bisa mengakses jenjang
pendidikan secara layak bisa disebut sebagai pengkhianatan terhadap janji
kemerdekaan. Para pendiri bangsa ini jelas mengakui pentingnya
pendidikan dalam upaya membawa bangsa ini untuk
bisa
berdiri sejajar dengan bangsa-bangsa lainnya. Pendidikan menjadi pilar
pembangunan manusia dan peningkatan kesejahteraan. Setiap warga negara bisa menempuh pendidikan secara
baik merupakan idealisme para pendiri bangsa,
Dari
kenyataan di negeri ini,
kita memang mengakui bahwa pemerataan pendidikan masih menjadi pekerjaan pelik.
Indonesia masih dihadapkan pada kondisi tidak
teraksesnya dunia pendidikan bagi semua anak bangsa. Belum lagi dengan
persoalan tidak
meratanya kualitas guru atau tidak
memadainya sarana prasarana
pendidikan di seluruh daerah. Padahal, sebagai satu bangsa, pendidikan yang berkualitas harus
dienyam oleh seluruh warga negara.
Dalam hal ini, kita
seyogianya bisa berpikir bening dan
jernih. Pandangan kita selayaknya diarahkan pada
keindonesiaan secara lebih luas. Artinya, setiap
anak bangsa harus mendapatkan pendidikan secara layak di negeri ini tanpa
terkecuali. Baik di kota maupun di desa, semua anak bangsa tidak boleh ada yang
termarjinalkan dalam akses pendidikan. Memang ada beberapa
anak bangsa dapat membawa nama
Indonesia ke kancah dunia dengan memenangi berbagai ajang olimpiade
internasional, namun prestasi tersebut harus diakui belum bisa menggambarkan
kualitas anak
Indonesia secara keseluruhan. Memang ada anak-anak bangsa ini yang mampu
membangun masa depannya, namun kenyataan suramnya masa depan juga dihadapi
anak-anak bangsa lainnya. Dengan pendidikan,
ada warga negara yang mampu membangun kesejahteraan hidupnya, namun ada pula
yang tidak berdaya dalam keterbelakangan.
Cara pandang keindonesiaan juga
meniscayakan kualitas pendidikan yang merata di setiap
daerah. Jika ada daerah yang maju dalam bidang pendidikan, sesungguhnya hal
tersebut bukan sebuah kebanggaan sebagai bangsa apabila di daerah-daerah lain
justru rendah kualitas pendidikannya. Berdirinya
bangunan-bangunan sekolah yang megah dengan segala fasilitasnya belumlah mencerminkan kualitas
pendidikan bangsa di tengah masih
adanya bangunan sekolah yang
tak layak dengan minimnya
fasilitas.
Maka, pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah harus memikirkan pendidikan secara lebih nyata.
Amanat konstitusi yang menggariskan anggaran pendidikan minimal 20% dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) perlu ditaati. Di sisi lain, prinsip efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas
pembiayaan pendidikan harus diperhatikan. Anggaran untuk pendidikan harus
benar-benar meningkatkan kualitas pendidikan yang sekaligus akan meningkatkan
kualitas anak-anak bangsa.
Yang perlu garisbawahi, anggaran sebesar 20%
sebenarnya bersifat relatif karena kebutuhan pembiayaan pendidikan di setiap
daerah di negeri ini berbeda-beda. Dengan konsep otonomi daerah, pemerintah
daerah harus memiliki komitmen tinggi
memperhatikan dan membangun pendidikan di
daerahnya. Salah satu bentuk komitmen
itu adalah dimilikinya konsep pendidikan yang jelas dan
visioner, yang terejawantahkan dalam aksi nyata. Setiap
pemimpin daerah seyogianya menyadari bahwa pendidikan
adalah investasi jangka panjang yang akan
turut
menentukan dan mempengaruhi
baik dan buruknya masa depan daerah.
Menurut
penulis, pemerintah daerah selayaknya perlu juga meninjau ulang konsep
pembangunan yang kini cenderung terjadi. Dalam pembangunan daerah, sesungguhnya
kita tak membutuhkan berlimpahnya pusat perbelanjaan, misalnya, yang justru mengundang
konsumerisme masyarakat.
Justru pembangunan perpustakaan,
pusat belajar masyarakat, dan
sarana prasarana pendidikan lainnya perlu
diutamakan. Anak putus sekolah yang seringkali mencuat perlu dipahami sebagai kelalaian pemerintah
daerah. Tidak melulu harus mengkambinghitamkan
pemerintah pusat, kondisi
tersebut justru mencerminkan kurang
beresnya pemerintah daerah mengurus pendidikan karena kejadian anak putus sekolah
terjadi di daerah yang dikelolanya.
Di sisi lain,
masyarakat tidak
boleh tinggal diam. Masyarakat kelas menengah ke atas perlu menunjukkan rasa
senasib sepenanggungan sebagai satu bangsa dengan menopang pendidikan
masyarakat yang lemah.
Anak-anak jalanan, anak-anak yatim piatu, kaum dhuafa, anak-anak difabel, dan
warga negara lainnya yang memiliki keterbatasan perlu dibantu agar mendapatkan
pendidikan untuk mengembangkan diri dan potensinya. Tanggung jawab sosial dari
perusahaan-perusahan juga diperlukan dalam membangun pendidikan.
Tak
kalah penting, pendidikan sebagai pilar penting kemajuaan bangsa hendaknya tidak sekadar dipahami pada jenjang
pendidikan formal. Pendidikan
nonformal dan informal perlu juga dikuatkan. Pendidikan
untuk masyarakat seyogianya
diperhatikan dan digalakkan. Sesungguhnya pendidikan itu sepanjang hayat dan
tak mengenal batas usia. Pedagang, ibu rumah tangga, nelayan, pembantu rumah
tangga, buruh, dan sebagainya harus terus mendapatkan pendidikan di tengah
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Di tengah zaman yang terus
bergerak, pendidikan menjadi kunci penting agar setiap warga negara dapat terus
memberdayakan diri dan membangun kehidupannya.
Pendidikan untuk
semua (education for all) memang
masih menjadi pekerjaan besar membangun negara ini. Namun, demi kemajuan negeri ini, kita wajib tuntaskan
pekerjaan besar tersebut. Wallahu
a’lam.
0 komentar:
Posting Komentar