Dimuat di Bebas Bicara BERNAS JOGJA, Sabtu, 9 Juni 2012
Wacana dan isu terkait calon
presiden 2014 mendatang kerapkali menghangatkan media massa. Disadari atau
tidak, tokoh-tokoh yang berusia 60 tahun ke atas untuk maju dalam pertarungan
menuju kursi RI-1 masih begitu kuat. Memang siapa pun warga negara di negeri
ini berhak menjadi presiden, namun kecenderungan daur ulang calon presiden
layak dicermati.
Dalam hal ini, kita menyepakati
bahwa aspek kapabilitas, kredibilitas, dan integritas memang niscaya dalam
menentukan calon presiden. Usia muda atau usia tua bukanlah ukuran. Benar
apabila kita tak perlu mendikotomikan pemimpin muda dan pemimpin tua. Namun,
partai politik selayaknya malu apabila terus-menerus mengusung satu sosok
tertentu setiap kali hajatan pemilihan presiden digelar. Istilahnya, daur ulang
calon presiden.
Bagi sebuah partai politik, fungsi
kaderisasi politik tentu tak boleh diabaikan. Mungkin sosok tertentu masih
memiliki tingkat kepercayaan publik yang kuat, sehingga tetap dimunculkan
sebagai calon presiden demi meraih suara terbanyak. Pilihan memang di tangan
rakyat pemilih. Namun, partai politik juga membutuhkan keberanian untuk
memunculkan sosok pemimpin yang bukan muka lama. Boleh jadi untuk mengenalkan
dan membangun rekam jejak sosok pemimpin anyar itu ke publik memerlukan proses
lama, namun hal ini justru positif bagi regenerasi politik.
Menjadi pemimpin meskipun telah
berusia 60 tahun ke atas memang tidaklah dilarang demi sebuah obsesi
memperbaiki negeri ini. Kita menghargai cita-cita luhur bagi kebaikan
bangsa-negara. Namun, pemimpin yang baik tak boleh melupakan kaderisasi kepemimpinan.
Pemimpin yang telah berusia 60 tahun ke atas justru harus menyiapkan dan
memberikan kesempatan bagi kader-kader mudanya untuk berkembang dengan ruang
aktualisasi kepemimpinan yang memadai. Menarik merenungkan pernyataan Mohammad
Hatta (1967), “Kewajiban utama bagi seorang pemimpin demokrat ialah mencari
gantinya. Makin cepat ia dapat diganti, makin baik. Umur manusia terbatas, umur
pergerakan panjang, umur negara lebih panjang lagi. Sebab itu nasib pergerakan
atau negara tidak dapat disangkutkan kepada orang seorang.” Wallahu a’lam.
HENDRA
SUGIANTORO
Warga Yogyakarta
0 komentar:
Posting Komentar