Mereka Mengabdi Tanpa "Berteriak-teriak"

Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Perada KORAN JAKARTA, Jum'at, 21 September 2012


Judul Buku: Hidden Heroes Penulis: Arif Koes dan Tim Kick Andy Penerbit: Bentang, Yogyakarta Tahun: I, Februari 2012 Tebal: x+238 halaman ISBN: 978-602-8811-70-5 Harga: Rp. 49.000,00

Menggugah, inspiratif, dan menggerakkan. Itulah yang akan kita dapatkan dengan menikmati kisah-kisah anak manusia dalam buku ini. Di tengah gelapnya permasalahan di negeri ini, mereka mampu berbuat nyata disertai komitmen dan kesungguhan. Mereka lebih banyak bekerja daripada sekadar bicara. Kiprah mereka menjadi tanda bahwa negeri ini masih ada harapan untuk bercahaya.
Sebut saja yang dilakukan oleh Andi Suhandi. Di tengah harapan penuntasan masalah anak jalanan yang kerapkali tidak menemukan solusi tepat, laki-laki asal Sukabumi itu dengan telaten menjadikan anak-anak jalanan berpendidikan. Sikap mulia, keterampilan, seni, kemandirian, jiwa kepemimpinan, dan hal positif lainnya diajarkan dan ditanamkan. Sanggar Anak Matahari yang terletak di Kampung Pintu Air, Bekasi, menjadi nama tempat anak-anak jalanan itu berkumpul, belajar, berkarya, dan berprestasi. Lambat laun, tidak hanya anak jalanan yang bergelut di sanggar tersebut. Anak yatim, anak dari kalangan kurang mampu, dan anak-anak sekitar kampung juga bergiat di dalamnya. Kini ada sekitar 100-an anak binaan. Melihat sepak terjang Andi Suhandi, pengentasan anak-anak dari jalanan sekaligus menghancurkan lingkaran setan kebodohan dan kemiskinan tampaknya bukan impian belaka (halaman 40-74).
Selain Andi Suhandi, ada kiprah Priskilla Smith Jully (akrab dipanggil Priska) yang juga patut disimak. Sejak kecil Priska telah menyandang tuna netra. Getirnya menjadi manusia yang memiliki kekurangan dirasakan perempuan kelahiran tahun 1978 itu. Sampai akhirnya pada tahun 2005, ia mendedikasikan hidupnya untuk mengayomi dan merawat orang-orang yang terbuang. Priska menamai tempat perawatannya di Semarang sebagai School of Life (SOL). Harapannya, ujar Priska, tempat tersebut dapat menjadi sekolah kehidupan bagi orang-orang tersisih yang ia rawat. Orang-orang yang telah ia rawat terdiri dari berbagai kalangan dengan kondisi memprihatinkan. Ada bayi buangan, ada yang cacat anggota badan maupun mental, ada juga orang stress dan mengidap gangguan jiwa. Baik laki-laki maupun perempuan dari segala umur yang tercampakkan diasuh dan dirawat Priska di sekolah kehidupannya (halaman 78-103).
Menjadikan hidup semakin bermakna juga dilakukan Robin Lim. Menyadari banyaknya kematian ibu dan bayi, perempuan yang lahir di Amerika Serikat pada tahun 1956 itu berbuat nyata dengan mendirikan Yayasan Bumi Sehat di Banjar Nyuh Kuning, Ubud, Bali sejak tahun 2003. Dikatakan Robin, risiko kematian pada saat persalinan atau komplikasi kehamilan perempuan Indonesia 300 kali lebih besar ketimbang perempuan yang tinggal di negara maju. Kematian ibu dan bayi di Indonesia sebagian diakibatkan masalah ekonomi. Tidak sekadar bicara, Robin Lim bersama stafnya sampai kini telah membantu ribuan ibu tidak mampu untuk menjalani proses persalinan sehat tanpa biaya. Lewat Yayasan Bumi Sehat, Robin juga mempromosikan proses kehamilan yang sehat, persalinan yang alami dan nyaman, pemberantasan kemiskinan dan kekurangan gizi, dan pencegahan gizi yang buruk pada ibu dan bayi (halaman 190-212).
 
Di samping tiga tokoh di atas, kita juga bisa menyimak kisah Ferrasta Soebardi alias Pepeng, Paris Sembiring, Johannes Barnabas Ndolu, dan Lies Koesbiono dalam buku ini. Mereka dapat dinilai sebagai para pahlawan sunyi dengan tindakan nyata. Tanpa hingar-bingar, mereka menjadikan hidup lebih bermakna dengan memikirkan orang lain dan masyarakat luas. Kisah mereka memang pernah disiarkan di televisi. Kehadiran buku ini mencoba menceritakan kisah mereka secara lebih menyeluruh, sehingga kita bisa membaca secara detail.       
Buku ini memberikan spirit dan motivasi bagi kita untuk mendayagunakan apapun  potensi diri kita bagi kebaikan publik. Memetik inspirasi dari kisah mereka, saatnya kita bergerak menyalakan cahaya, seberapa pun kemampuan kita, untuk negeri ini. Sesungguhnya Indonesia masih membutuhkan cahaya-cahaya untuk membuat negeri ini bersinar lebih benderang. Begitu.

0 komentar: