Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Srengenge KORAN MERAPI PEMBARUAN, Minggu, 2 Sepetember 2012
Perkembangan sastra
boleh dibilang melaju dengan hadirnya novel-novel. Beberapa tahun belakangan
ini, karya sastra berupa novel kian semarak memenuhi rak-rak perpustakaan,
toko-toko buku, bahkan emperan para penjual buku. Semarak novel ternyata juga
semarak perempuan. Perempuan telah menjadi “pintu gerbang” sebelum menginjak
lembaran demi lembaran tebal dalam kisah yang akan dihadirkan novel.
Maraknya
penerbitan novel layak diapresiasi. Kini masyarakat takkan suntuk hanya membuka
novel-novel terbitan lama. Novel terbitan baru bak jamur di musim penghujan
yang mudah dijumpai. Masyarakat pun disuguhi pesona perempuan seketika
memandang sampul novel.
Kisah-kisah
cinta memang tampak digandrungi masyarakat sehingga novel mengambil kesempatan.
Cukup jeli penulis sastra khususnya novel untuk memikat masyarakat dengan
episode cinta yang terpapar. Cinta tak sekadar menjadi jalan cerita, tetapi juga menjadi judul
novel. Hampir apapun judul novel menyertakan kata cinta. Cukup jeli penulis,
cukup jeli penerbit. Pihak penerbit juga menyukai novel beraroma cinta. Novel
dengan bumbu cinta adalah peluang pasar yang tak mungkin diabaikan pihak
penerbit
Cinta dalam judul dan
kisah novel tentu sah-sah saja. Tak ada larangan menulis dan menerbitkan novel
bernafas cinta. Cinta adalah kata yang bermakna luas. Meskipun jika dicermati,
cinta dalam kisah novel seolah-olah menyengaja menyempitkan makna. Membuka
halaman novel, cinta itu hanya termaknai pada kisah lawan jenis dalam suka duka
perjalanan cinta. Kisah yang seperti itu pun tak jadi soal. Penulis novel bisa
meramu perjalanan cinta laki-laki dan perempuan dengan alur cerita yang
berbeda. Satu novel dengan novel lain yang beraroma cinta bisa berbeda
kesannya.
Novel-novel cinta
dengan cerita masing-masing menjadi santapan para pembaca untuk hanyut di
dalamnya. Kesan berbeda menikmati kisah cinta dalam novel coba dirasakan. Entah
apa kesan dari kisah yang terpapar dalam novel, kesan awal pembaca adalah
perempuan yang terpajang di sampul novel. Mengamati satu per satu novel
seolah-olah menegaskan bahwa cinta adalah perempuan. Membicarakan cinta
seolah-olah hanya berbicara perempuan. Perempuan mungkin memang menarik
sehingga novel selalu saja menampakkan wajah perempuan menghiasi sampulnya.
Dalam sampul pelbagai
novel, perempuan tanpa sadar telah menjadi objek bagi kepentingan pasar.
Penerbit seperti kehilangan ide menyuguhkan ilustrasi selain wajah perempuan.
Eksploitasi perempuan dalam novel kian kentara. Perempuan dijadikan alat untuk
memikat masyarakat. Ketika kini perkembangan novel mengarah ke sisi-sisi
religius, pihak penerbit seolah-olah satu ide menampilkan wajah perempuan
berjilbab untuk merajai sampul-sampul novel. Perempuan berjilbab dalam sampul
novel malah seringkali tidak mencerminkan isi novel. Ilustrasi sampul novel
dengan perempuan berjilbab malah bisa dikatakan menandakan kemiskinan kreasi.
Kadang muncul pertanyaan, apa kaitan perempuan yang memenuhi sampul novel
dengan isi novel?
Memunculkan perempuan
dalam sampul novel bukan menjadi persoalan jika dilakukan secara proporsional
dan tepat. Persoalan muncul ketika perempuan telah menjadi objek untuk
kepentingan pemasaran. Tak jauh berbeda dengan promosi barang-barang yang
mengandalkan kecantikan perempuan untuk menarik konsumen. Wajah perempuan yang
kian marak mendominasi sampul-sampul novel telah menjadi alat promosi.
Perempuan lagi-lagi tak ditempatkan sebagaimana mestinya.
Menurut penulis,
dominasi wajah perempuan dalam semarak penerbitan novel bukanlah memuliakan
posisi dan kedudukan perempuan.
Perlahan-lahan penerbitan novel justru merendahkan harkat perempuan yang
hanya dijadikan objek pemasaran. Pihak penerbit tentu cerdas menampilkan
ilustrasi dalam sampul novel. Novel-novel cinta tak selalu harus diidentikkan
dengan perempuan. Zaman telah berubah, tapi paradigma masih saja sama. Entah
kapan lenyap paradigma menjadikan perempuan hanya sebagai objek. Perempuan
jangan hanya dimanfaatkan kecantikan dan keanggunannya, meski berjilbab
sekalipun. Memuliakan perempuan
tak identik dengan melulu menampilkan ilustrasi
wajahnya di sampul novel. Wallahu
a’lam.
0 komentar:
Posting Komentar