Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Resensi Buku JATENG POS, Minggu, 2 September 2012
Judul
Buku:
Anak Sejuta Bintang Penulis: Akmal
Nasery Basral Penerbit:
Expose, Jakarta Cetakan:
I, Januari 2012 Tebal:
405 halaman
Di awal novel ini BJ. Habibie bertutur
bahwa kisah masa kecil merupakan hal yang paling mengesankan, apalagi jika
mengenai kenangan indah seorang anak terhadap kedua orangtuanya. Di lingkungan
keluarga bermulalah
proses pembudayaan yang membentuk kepribadian dan karakter anak. Lantas, apa yang dikisahkan dalam novel ini?
Dengan kasih
sayang dari orangtuanya, Ical selaku tokoh utama dalam novel ini tumbuh menjadi anak
yang berkepribadian. Kesibukan bisnis bukan alasan bagi Pak Bakrie, ayah Ical, tidak menjalin komunikasi
dengan anaknya. Ical tetap mendapatkan sentuhan dan kedekatan penuh makna. Tidak sekadar petuah, Ical
juga menyaksikan keteladanan lewat contoh langsung. Ical juga dibiasakan berdiskusi dan berpendapat agar Ical menjadi anak yang mengutamakan
akal, bukan mengandalkan tangan alias kekerasan. Kedisiplinan, ketegasan, dan
kelembutan dari ibunya juga membentuk karakter Ical.
Untuk
membesarkan Ical, orangtua Ical tidak
lupa memikirkan sekolahnya.
Antara Perguruan Cikini atau Yayasan Perwari, orangtuanya memilih yang
terakhir. Perwari adalah kependekan dari Persatuan Wanita Republik Indonesia.
Kelompok perjuangan para perempuan Indonesia ini menjadikan bidang pendidikan
sebagai jalan mewujudkan cita-cita. Perguruan Cikini, tempat Bung Karno
menyekolahkan anak-anaknya, telah berdiri terlebih dahulu. Lewat guru-gurunya
di Yayasan Perwari, Ical mendapatkan materi pelajaran, tekad perjuangan, dan spirit mengisi kemerdekaan. Pengalaman
yang mengesankan bagi Ical, saat sekolah milik
Yayasan Perwari turut serta dalam
peringatan kemerdekaan di istana negara. Ical dibuat terkagum-kagum menatap dan
mendengarkan suara Bung Karno.
Dalam
menganggit novel ini, Akmal Nasery Basral memang menambahkan unsur
sejarah, sehingga kita dapat mengetahui siapa-siapa yang pernah bersekolah di
Yayasan Perwari. Ada pula peristiwa peledakan saat hari lahir Perguruan Cikini
pada 1957 dan sebagainya yang membuat kita mengenang kejadian di era Sukarno.
Orangtua, guru
dan teman di sekolah, orang yang dijumpai, bahkan Bung Karno telah menjadi
bintang yang menerangi hidup Ical. Namun, menurut Ical, bintang paling terang
dalam kehidupannya adalah orangtua.
Karena cahaya cinta kedua orangtuanya, ia bisa menemukan cahaya bintang-bintang
lainnya. Meskipun terinpirasi
kisah kecil Aburizal Bakrie, novel ini tetaplah novel biografis dengan
balutan kreatif-imajinatif. Novelis senior Nh. Dini berujar, novel ini berguna
untuk dijadikan dasar cara pendidikan anak, terutama di masa tumbuh kembangnya.
Menurut Neno Warisman, novel ini dapat
memperkaya sifat keayahan dan keibuan kita.
0 komentar:
Posting Komentar