Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Resensi Buku KORAN SINDO, Minggu, 14 April 2013
Judul Buku: Dahsyatnya
Gigih! Penulis: T. Wahyu Prasetyahadi Penerbit:
Palapa, Yogyakarta Cetakan: I, Januari 2013 Tebal: 160 halaman ISBN: 978-602-255-032-7
“Saya dari dulu ingin jadi entrepreneur, dan untuk mencapai tujuan itu, saya terus
fokus dan disiplin. Anda pasti juga bisa melakukan itu,” kata Hary
Tanoesoedibjo. Siapakah beliau? Bagi kita, nama beliau tak asing lagi.
Laki-laki yang lahir di Surabaya, 26 September 1965, itu dikenal sebagai “raja
bisnis multimedia”. Julukan itu tidak tiba-tiba jatuh dari langit. Hary Tanoe
merintisnya dengan kegigihan. Bayangkan, beliau mulai menekuni bisnis
multimedia justru pada saat negeri ini tengah dilanda krisis.
Buku ini menarik dibaca bukan sekadar untuk membuat kita terkesima dengan
pencapaian bisnis dan kekayaan Hary Tanoe. Justru kegigihan beliau yang perlu
diresapi. Hary Tanoe mengaku dirinya semasa muda sering bekerja sampai pukul
dua dini hari. Dari paparan buku ini, kita bisa menimba nilai-nilai sukses dari
beliau yang memulai usaha bisnis berlian sejak kuliah. Sejak kuliah, beliau
juga bertekad kuat berwirausaha.
Didorong oleh kecintaannya pada dunia pasar modal, selepas dari studinya
di Kanada, beliau mendirikan Bhakti Investama pada tahun 1989. Keputusan itu
diakui beliau membutuhkan mental kuat. “Menjadi
seorang entrepreneur itu butuh keberanian.
Diperlukan mental baja dan semangat jangan pernah berhenti belajar untuk
menjadi wirausahawan sukses,” ujarnya. Bhakti Investama sebenarnya
perusahaan kecil, namun terjadi titik balik saat krisis ekonomi. “Ketika krisis tahun 1998 itu, harga aset dan
perusahaan murah-murah. Jadi, saya banyak membeli aset, …,” terangnya.
Kegigihan bisnis Hary Tanoe memang tak berhenti pada satu titik. Sejak
mengambil alih PT Bimantara Citra Tbk pada tahun 2000, beliau bermimpi
mengepakkan sayap di bisnis media penyiaran dan telekomunikasi. Mimpinya yang
disertai aksi yang gigih akhirnya terbukti. Hary Tanoe mempunyai tiga stasiun
televisi, yakni RCTI, TPI/MNC TV, dan Global TV, serta stasiun radio Trijaya FM
dan media cetak Harian Seputar Indonesia
(kini Koran SINDO) dan Ekonomi. Di bawah naungan PT Media
Nusantara Citra (MNC), tidak sampai lima tahun, beliau berhasil menguasai saham
mayoritas di tiga stasiun televisi tersebut. Beliau mempunyai kemampuan
menentukan perusahaan media mana yang berpotensi untuk berkembang. Selain itu,
banyak orang mengakui, kunci sukses Hary Tanoe terletak pada kepiawaiannya
menata kembali perusahaan yang sudah kusut (hlm. 146-151).
Lewat buku ini, kita bisa menapaki
jejak kegigihan Hary Tanoe yang terus mengepakkan sayap di bisnis media. Namun,
fokusnya tak hanya di bidang itu. “Untuk
saat ini, fokus bisnis saya berada di empat sektor utama, yakni media, batu
bara, properti, dan finansial,” ujarnya. Dalam mengembangkan bisnis,
kecerdasan membaca momentum memang menjadi prinsip sukses Hary Tanoe. Salah
satunya diperlihatkan beliau sebagaimana diterangkan di muka. Di saat krisis
ekonomi menerpa negeri ini antara 1998-2002, banyak kalangan pesimis, sehingga
tak mau melakukan investasi. Saat pihak lain pindah ke luar negeri, Hary Tanoe
dengan sepenuh keyakinan tetap tinggal di Indonesia. Beliau melihat kondisi
yang ada sebagai momentum tepat untuk melangkah. Di saat pengusaha lain menjual
aset-asetnya, beliau justru membelinya satu per satu.
Selain itu, ada tiga prinsip lainnya yang patut kita teladani dari
beliau. Pertama, time big. Jangan
memikirkan What is good today, but what
is going to be tomorrow. Kedua, focus
on quality. Berpikir fokus dan mengedepankan kualitas. Ketiga, speed. Hal yang perlu diperhatikan
adalah kecepatan dan percepatan. Jika sudah memiliki ide besar untuk
diwujudkan, kita harus bergegas mencari cara dan berusaha mewujudkannya. Jangan
menunggu dan menunda hal yang sebenarnya bisa dilakukan sekarang (hlm.
156-157).
Lewat buku ini, selain Hary Tanoe,
kita juga bisa melihat kegigihan berwirausaha dari Chairul Tanjung dan Sandiaga
Uno. Mereka berwirausaha dari titik nol. Mereka memainkan peran vital bagi
kemajuan ekonomi bangsa-negara ini. Menariknya lagi, ketiga tokoh hebat
tersebut memiliki satu passion yang
sama: kepedulian tinggi terhadap masalah-masalah sosial. Selain kegigihan
bisnis, mereka patut menjadi teladan dalam empati sosial. Mereka mendorong
siapa pun untuk berwirausaha. Tak bisa dimungkiri apabila kewirausahaan justru
menopang laju pembangunan sebuah bangsa dan negara. Di Jepang, misalnya,
pembangunannya terbilang berhasil dengan disponsori oleh cukup besarnya jumlah
wirausaha. Bahkan, ada data memaparkan bahwa dari 99% orang kaya di Amerika
Serikat (AS) sebagian besarnya adalah wirausaha.
Dari Hary Tanoe, Chairul Tanjung, dan Sandiaga Uno, kita perlu meneladani
sikap disiplin dan tak mudah putus asa. Ada petuah Lao Tse, “Sekalipun bambu meliuk diterpa angin, ia
mempunyai pegangan akar yang kuat menghujam di tanah.” Mereka diakui
memiliki filosofi pohon bambu itu. Filosofi ini menunjukkan bahwa hal yang
perlu diperhatikan dalam dunia kewirausahaan adalah membangun dasarnya terlebih
dahulu. Kesuksesan berwirausaha harus dirintis dengan penuh kegigihan, tidak
secara instan. Gigih berwirausaha, siapa takut?(HENDRA SUGIANTORO).
0 komentar:
Posting Komentar