Perempuan yang Teguh dalam Cita-cita

Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Perada KORAN JAKARTA, Senin, 13 Mei 2013 
 
Judul Buku: Pesona Izmir Penulis: Putri Indri Astuti Penerbit: DIVA Press Cetakan: I, Maret 2013 Tebal: 415 halaman ISBN: 978-602-7663-98-5 

Jejak perempuan terkadang menghadirkan wajah getir. Sosok perempuan acapkali terhambat dalam aktualisasi diri akibat pandangan keliru lingkungannya. Lebih memilukan lagi, lingkungan yang menghambat itu justru lingkungan keluarga. Itulah yang dialami Pia Cristallayne dalam novel ini. 

Pia bercita-cita menuntut ilmu setinggi-tingginya dan menjadi peneliti. Namun, ayahnya selalu membuat mentalnya down. Cita-cita Pia kerapkali dicibir. Selain peneliti, Pia juga ingin menjadi penulis, pencipta lagu, dan petani. Menurut ayahnya, Pia sebagai anak perempuan di dapur saja, belajar memasak, cuci-cuci, mengurus rumah, belajar sebelum berumah tangga sendiri nantinya. Itulah kodratnya wanita, kata ayah Pia. Yang menyesakkan, ayahnya selalu membanding-bandingkan Pia dengan anak-anak seusianya yang bekerja mapan dengan penghasilan materi mencukupi (hlm. 81-98). 

Pada dasarnya, setiap anak memiliki potensi unik dan aspirasi cita-cita. Tak ada hak orangtua membanding-bandingkan anaknya dengan anak-anak orang lain. Pekerjaan sebagai peneliti memang tak langsung terlihat hasilnya secara kasat mata. Ayahnya benar-benar tak menghargai sepak-terjang Pia yang ingin mengembangkan diri. Perlakuan ayahnya membuat Pia tak sekadar pusing, tetapi juga depresi. Untungnya, Pia tak berlarut-larut menderitakan diri dalam tekanan emosional. Ia bersikukuh dengan impiannya. Bangku perguruan tinggi S1 pun berhasil ditempuh Pia dengan mengambil jurusan teknologi pangan. Maksud Pia ingin menjadi petani lebih pada pengembangan teknologi di bidang pertanian yang juga berkorelasi dengan keinginannya sebagai peneliti. 

Novel ini tak menceritakan kisah Pia bak “malaikat” yang selalu tegar dan tanpa cacat. Sisi manusiawi Pia juga ditonjolkan. Yang mengesankan, ketabahan dan konsistensi Pia dengan segala cita-citanya. Ia tetap bertahan dengan keinginan hati dan prinsip hidupnya. Pergaulannya tak terbatas di Indonesia. Teman-teman Pia di negeri manca relatif banyak yang dikenalnya lewat dunia maya, salah satunya adalah Osman Yazici asal Turki. Fitrah cinta lawan jenis pun muncul. Perlahan, Pia menaruh hati dengan Osman, bahkan berharap bisa menjadi pendamping hidupnya. Awalnya, hubungan cinta mereka berjalan mulus. Keluarga Osman pun telah memberi restu dan menganggap Pia sebagai bagian keluarga. Namun, kenyataan pahit harus dihadapi Pia ketika Osman justru menduakan dirinya dengan Beyza. Bahkan, Osman berencana melangsungkan pernikahan. 

Perjalanan cinta Pia yang menyayat hati ini membuatnya tak berpikir jernih. Di Laut Bosporus,Turki, Pia berniat bunuh diri. Ia menekan nadi tangan kirinya dengan sebuah gunting. Takdir belum menghendaki Pia tamat hidup. Ia berhasil diselamatkan meskipun harus kehilangan banyak darah.  Meskipun duka akibat cinta, Pia tak mengalpakan impiannya untuk kuliah setinggi-tingginya. Pia menyadari kesalahannya yang memutuskan bunuh diri. Ia melanjutkan kuliah di Jerman yang dilaksanakan di Fulda University of Applied Sciences dan sebagian besar di Kassel University (hlm. 136). 

Untuk menopang finansialnya, ia bekerja part time dan tentu saja fokus belajar demi menjadi mahasiswa berprestasi. Pia yang cerdas tak sulit melakukannya. Di tengah kuliahnya, Pia mampu menjaga dirinya tak terlibat pergaulan bebas yang umumnya melanda teman-teman kuliahnya. Prinsip hidupnya dipegang teguh sampai berhasil lulus dengan memuaskan.

Lewat perjalanan Pia dalam novel ini, selain kondisi di Jerman, kita akan banyak disuguhi keindahan pesona Turki. Kota-kota seperti Istanbul, Antalya, dan Izmir dapat kita jejaki peninggalan sejarah dan warisan budayanya. Bagi Pia, Turki seolah-olah negara keduanya setelah Indonesia. Meskipun putus dengan Osman, hubungan Pia dengan keluarga Osman di Turki tetap berlangsung baik. Bahkan, Pia akhirnya menikah dengan Onur Yildiz yang membawanya bertempat tinggal di kota Izmir. Pia pun juga berhasil melanjutkan S3 di Jerman. Ambisi Pia studi lanjut dan belajar serius akhirnya menemui kegamangan ketika menyadari keberadaan suaminya di Turki. Sebagai seorang istri, Pia luluh pada prinsip sebagai pendamping di sisi sang suami. Dalam proyek penelitiannya berjangka waktu tiga tahun, Pia mengundurkan diri (hlm. 325-338). Ia kembali ke Turki dan hidup bersatu dengan Onur di Izmir.

Ambisi dan prestasi Pia dalam studi terbilang menakjubkan. Jalinan cinta Pia yang terkesan rumit dan unik menambah kesegaran novel ini. Terlebih lagi, kita dapat menelusuri sudut-sudut Turki dengan pesona keindahannya. Di Izmir, selain keindahan pantai, banyak peninggalan Yunani Kuno, sebab Izmir dahulunya bagian dari Yunani yang direbut kerajaan Turki. Di Izmir ada juga House of  Virgin Mary yang konon tempat Maria/Siti Maryam (Ibunda Isa/Yesus) menutup usia.(HENDRA SUGIANTORO).

0 komentar: