Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Resensi Buku JATENG POS, Minggu, 10 Maret 2013
Judul Buku: Atlas
Tokoh-Tokoh Wayang Penulis: Rizem Aizid Penerbit:
DIVA Press, Yogyakarta Tahun: I, 2012 Tebal: 352 halaman ISBN: 978-602-191-250-8
Beberapa waktu silam, karena diucapkan oleh seorang politisi teras di
negeri ini, nama Sengkuni sempat muncul di ranah publik. Jagat politik
ditengarai ada sosok seperti Sengkuni. Bagi yang akrab dengan kisah wayang,
nama tersebut tentutak asing lagi. Sengkuni dikenal sebagai sosok yang getol usil
dan menghasut. Rasa permusuhan Kurawa terhadap Pandawa sedikit banyak berkat
ulahnya.
Kisah Sengkuni dapat disimak dalam
kitab Mahabharata. Kita pun bisa menyimaknya lewat pergelaran wayang. Mungkin
kita akan bertanya, apa itu wayang? Bagaimana sejarah wayang? Apa saja
jenis-jenis wayang? Apa maksud istilah-istilah dalam pewayangan? Seperti apakah
silsilah dalam pewayangan? Buku ini bisa dijadikan referensi untuk menjawab
pertanyaan tersebut. Jadi, tak hanya mengenalkan tokoh-tokoh wayang. Karena ada
kecenderungan generasi saat ini buta dengan dunia pewayangan, buku ini pun
ditulis dengan bahasa yang ringan dan tidak rumit, sehingga mudah dipahami dan
dipetik nilai-nilainya.
Tentu, sebagai kesenian dan budaya
tradisional Indonesia, eksistensi wayang perlu diapresiasi. UNESCO menetapkan
bahwa wayang Indonesia sebagai warisan budaya nonbenda (Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity) yang
perlu dilestarikan. Memang terjadi beda pendapat terkait asal mula wayang. Ada
yang mengatakan dari Pulau Jawa, ada yang berpendapat dari India. Wayang bukan
dari India sebenarnya tak hanya pendapat sebagian besar peneliti Indonesia,
tetapi juga akademisi Barat, seperti Hazeau, Brandes, Kats, Rentse, dan Kruyt.
Alasannya, seni wayang erat dengan kondisi sosiokultural dan religi bangsa
Indonesia. Punakawan, yakni Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong, hanya ada di
Indonesia. Selain itu, nama dan istilah teknis pewayangan berasal dari bahasa
Jawa Kuno (hlm. 22-23).
Pada umumnya, cerita dalam pewayangan terkait dengan kisah Mahabharata
dan Ramayana. Namun demikian, dua kisah dari India itu memiliki versi berbeda
di negeri ini. Artinya, kisah dalam pewayangan
mengadopsi kisah-kisah dari India itu. Tak hanya menerjemahkannya ke bahasa
Jawa Kuno, para pujangga Jawa juga mengubah dan menceritakannya kembali dengan
memasukkan falsafah Jawa di dalamnya. Sebut saja Kanwa Arjunawiwaha, gubahan kitab Mahabharata. Gubahan lain yang
lebih nyata bedanya dengan cerita asli versi India adalah Bharatayuda Kakawin karya Empu Sedah dan Empu Panuluh (hlm. 24).
Di tengah-tengah masyarakat Indonesia, wayang pun beragam jenisnya. Ada wayang
purwa, wayang madya, wayang klitik, wayang beber, wayang gedog, wayang golek,
wayang suluh, wayang titi, wayang wahyu, wayang orang, wayang suket, dan wayang
Pancasila (halaman 36-47). Sebagaimana umumnya dalam dunia keluarga, silsilah
juga berlaku dalam dunia pewayangan. Ada keluarga besar Kurawa yang menggunakan
nama leluhurnya. Kurawa artinya keturunan Raja Kuru. Ada keluarga besar Pandawa
atau Bharata Pandawa. Bharata adalah nama leluhur Pandawa. Ada juga keluarga
Tembahan, keluarga Mahespati, keluarga Ayodya, dan keluarga Astina
(Mahabharata). Di negeri ini, silsilah keluarga Astina, keluarga Kurawa, dan
keluarga Pandawa memiliki versi berbeda dengan versi India (hlm. 52-61).
Lewat buku ini, kita pun diajak
mengenal sosok, sifat, dan karakter dari tokoh dewa-dewi wayang, seperti Batara
Brahma, Batara Wisnu, Batara Antaboga (Togog), Batara Ismaya (Semar), Batara
Guru, Batara Bayu, Batara Ganesha, Batara Kala, Batara Kresna, Batara Surya,
Batari Durga, dan lainnya. Dijelaskan pula sifat dan karakter dari tokoh-tokoh
Ramayana dan Lokapala serta Mahabharata. Tak ada sifat dan karakter dari tokoh-tokoh
wayang yang benar-benar sempurna. Sebagaimana manusia di dunia, unsur kebaikan
dan kejahatan selalu ada. Yang penting, unsur kebaikan selayaknya didorong
untuk dominan demi kemuliaan manusia.
Dengan membaca buku ini, kita setidaknya
tak gagap apabila ditanya anak-cucu kita tentang dunia pewayangan berikut
kisah-kisah di dalamnya. Wayang adalah khas Indonesia yang tetap eksis di
tengah laju zaman.
Hendra
Sugiantoro
Pegiat Pena Profetik, tinggal di Yogyakarta
0 komentar:
Posting Komentar