Petuah Perbaiki Nasib Hidup

Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Resensi Buku JATENG POS, Minggu, 17 Maret 2013 

Judul Buku: Buat Nasib Menuruti Kehendakmu Penulis: Ust. Yazid al-Busthomi, Lc. Penerbit: Najah (DIVA Press Group), Yogyakarta Cetakan: I, Desember 2012 Tebal: 200 halaman ISBN: 978-602-7723-17-7  

Membaca judul buku ini, kita mungkin bertanya, bisakah kita mengubah nasib menuruti kehendak kita? Bukankah kita hidup berdasarkan kehendak Tuhan? Pertanyaan itu sedikit banyak akan terjawab dalam buku ini. Satu yang menjadi titik pijak kita adalah firman Allah Swt, “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”(Qs. Ar-Ra’d: 11). Suatu kaum dalam ayat itu bisa pula ditujukan kepada setiap diri kita.  

Berbicara tentang keadaan kita berkaitan dengan nasib baik tentu diperlukan refleksi diri. Keadaan itu bisa menyangkut apapun, misalnya persepsi kita terhadap kehidupan. Disadari atau tidak, nasib kita yang tak kunjung baik disebabkan persepsi buruk kita terhadap kehidupan, bahkan terhadap diri kita. Sebut saja ucapan, “Nasib saya kok sial terus sih?”, “Namanya juga nasib, walaupun susah ya tetap harus diterima.”, “Hari ini aku kurang beruntung.”, “Hari ini aku sial”, “Kalau nasibnya susah terus, walau sudah berusaha sampai jungkir balik ya ujung-ujungnya pasti tetap susah!”, “Saya orang miskin tak punya pengetahuan, mustahil bisa jadi orang kaya.”, dan kalimat lain yang senada. 

Percaya atau tidak, kalau kita kerap mengatakan itu, kemungkinan besar akan menjadi kenyataan. Nabi Muhammad Saw. menganjurkan kepada kita untuk berkata baik atau diam. Sesungguhnya setiap ucapan adalah sebentuk doa. Maka, kita perlu mengucapkan kata-kata positif. Kita berbaik sangka terhadap Tuhan dan kehidupan. Kita hendaknya berpikir positif (hlm. 23-34). Faktor lain yang membuat nasib tak kunjung baik adalah keridhaan orangtua. Kita bisa terhalang meraih kesuksesan, apabila orangtua belum ridha. Doa orangtua itu paling mustajab. Berbuat baik dan berbakti kepada orangtua, terutama kepada ibu kita, adalah satu cara untuk menyegerakan nasib menuruti kehendak kita (hlm. 38-53). 

Tak kalah penting dari itu, agar nasib baik menghampiri kita, kita seyogianya tak alpa memantapkan keimanan. Percaya bahwa Tuhan Maha Segalanya. Nasib baik meniscayakan kekuatan dan pertolongan Tuhan. Sesungguhnya, untuk menerima karunia-Nya, kita perlu berupaya memantaskan diri di hadapan-Nya. Maka, kedekatan dengan Tuhan Semesta Alam perlu terjalin (hlm. 55-83). Faktor lain yang memuluskan jalan kita mendapatkan nasib baik adalah kesukaan memberi. Lewat buku ini, kita  diajak mengaca diri, apakah selama ini lebih suka menjadi “tangan di atas” atau “tangan di bawah”? Banyak di antara kita yang ternyata berat untuk berbagi kepada sesama. Kita tak mau kehilangan apa yang kita miliki. Kita takut harta kita berkurang. Padahal, apabila kita mau menjadi “tangan di atas”, hidup kita akan berkelimpahan. Urusan membuat nasib menuruti kehendak kita pun akan jauh lebih mudah (hlm. 85-92). 

Sebagaimana diterangkan dalam buku-buku motivasi dan pengembangan diri, tindakan (action) tak lupa diutarakan penulis buku ini. Kita memang bisa benar-benar memperbaiki nasib apabila kita benar-benar bertindak. Namun, tindakan harus diawali dengan niat yang baik, dilakukan dengan cara baik, dan bertujuan baik. Pasalnya, nasib baik juga perlu keberkahan. Soal keberkahan ini, penulis buku memberikan tekanan. Dengan keberkahan, rezeki akan datang tak terkira. Kita seyogianya juga menanamkan rasa syukur dalam kondisi kehidupan apapun. Syukur adalah salah satu cara menambah nikmat yang telah dijanjikan Tuhan (hlm. 152-160). 

Selain di atas, masih banyak petuah yang diutarakan penulis buku ini. Ketenangan jiwa diperlukan ketika membaca buku ini, sehingga kita bisa memetik nilai-nilai positif di dalamnya. Ditulis dengan lugas dan komunikatif, buku ini menghadirkan inspirasi, motivasi, dan spirit bagi kita menggapai nasib baik dalam kehidupan. Begitu.(Hendra Sugiantoro )

0 komentar: