Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Perada KORAN JAKARTA, Jum'at, 22 Maret 2013
Dimuat di Perada KORAN JAKARTA, Jum'at, 22 Maret 2013
Judul Buku: Story Cake for Amazing Moms: 46 Kisah Hebat dan Penuh Inspiratif Para Ibu Hebat Penulis: Ria Fariana, dkk. Penerbit: Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Terbit: I, 2012 Tebal: x+233 halaman ISBN: 978-979-22-7979-5
Buku
ini ditulis sendiri oleh para perempuan yang telah berperan menjadi ibu. Entah
pilihannya menjadi ibu rumah tangga atau sembari bekerja di luar rumah, mereka
tetaplah perempuan bekerja (working
woman). Dengan membaca 46 kisah yang tersaji, kita diingatkan untuk
memuliakan perempuan dan menghormati peran dan jasa ibu.
Sungguh,
menjadi ibu tak kenal pensiun. Bahkan, pekerjaan sebagai ibu tak mengenal
ukuran waktu, 24 jam terasa tak cukup. Selalu ada yang harus dikerjakan. Begitu
sibuknya mengurus rumah tangga, mengasuh dan mendidik anak. Sebut saja Eka
Natassa Sumantri, seorang ibu di Medan dengan dua anak. Tamatan perguruan
tinggi ini lebih memilih sebagai ibu rumah tangga dengan pekerjaan seabrek.
“Ada lagi profesi tambahan unikku di rumah, yaitu sebagai tukang jahit, tukang
cat, tukang kayu, dan tukang payung!...Aku pernah membuat kursi taman dari
kayu. Aku mengerjakannya dari nol, menggergaji, memaku, dan mengamplasnya. Aku
mengecat rumah dan pagar. Aku memperbaiki payung rusak hingga bisa dipakai
lagi…,” ungkapnya (hlm. 1-4).
Menjadi ibu dengan melakukan
pekerjaan laki-laki terkadang tak terhindarkan, ketika sang suami tak ada di
rumah atau bertugas di luar kota. Begitu banyaknya pekerjaan domestik juga
dirasakan Pida Siswanti, ibu dua anak kelahiran Banyumas. Baginya, menjadi ibu
rumah tangga perlu jurus jitu mengatur aneka rupa pekerjaan yang tiada akhir,
berpikir paralel, multitasking, dan
bisa menuntaskan segala hal dengan baik (hlm. 7-9).
Untuk
menjadi ibu yang baik, berbagai keahlian, pengetahuan, dan keterampilan begitu
diperlukan. Sebagaimana dituturkan Ofi Tusiana yang harus belajar biologi,
agama, tata boga, olahraga, kesehatan, kesenian, fisika, bahasa, psikologi,
geografi, desain interior, ekonomi, dan sebagainya. Ibu harus menjadi ahli
kesehatan demi melindungi anak dari penyakit. Ibu perlu belajar berbagai gejala
penyakit dan berhati-hati memberi obat. Ibu perlu tahu berbagai ramuan
tradisional agar anak tak terlalu terpapar obat-obatan kimiawi. Ibu pun perlu
belajar psikologi agar memahami keunikan masing-masing anak dan memahami dunia
anak. Fisika juga perlu dipelajari demi bisa menjawab pertanyaan sesuai
pemahaman dan bahasa anak yang kerap muncul tak terduga, seperti “Kenapa ada
banjir?, “Kenapa matahari terbit dan terbenam?”, “Kenapa ada hujan?”, dan
sebagainya (hlm. 14-17).
Kisah
Kinanti yang bekerja di ranah kerja yang semestinya milik kaum laki-laki tak
kalah menariknya. Akibatnya, ia bukan tipe perempuan yang lemah gemulai dan
halus pembawaannya. Ia pun tertawa ketika anaknya pernah berujar, “Mama kalau
jalan gagah sekali.” Menjadi ibu bagi tiga anak tak mungkin diabaikannya. Ia
bekerja di rumah bukan untuk sebuah tren hidup atau status sosial, tapi untuk
mencari nafkah dan perjuangan hidup (hlm. 67-70). Pengalaman indah menjadi ibu
juga dituturkan Mukti A. Farid. Sembari mengajar S1 di salah satu universitas
di Jakarta, ia menempuh program pascasarjana di universitas yang sama. Ia hamil
anak pertama di tengah kesibukan mengajar dan kuliahnya itu. Saat kuliah atau
mengajar di dalam kelas, ia rela membawa bayinya. Ia selalu menempati posisi di
sudut kelas agar tak terlalu mencolok saat memberikan ASI. Profesor Lexy
Moleong, salah seorang dosennya, sempat berkelakar, “Wah, hebat ini. Ada bayi
sudah kuliah S2, program studinya pas banget, pendidikan anak usia dini.
Hahaha.” (hlm. 74-80).
Diena
Ulfaty lain lagi kisahnya. Ia punya anak yang teramat rewel dan perilakunya tak
menyenangkan. Di rumah dan di luar rumah, tangisnya bisa kencang berjam-jam
tanpa tahu alasannya. Tak ada dokter atau psikolog yang mampu menangani. Ia pun
memutuskan untuk belajar ilmu psikologi. Hasilnya, perilaku anaknya berubah
lebih baik, bahkan termasuk anak cerdas dan mandiri (hlm. 100-107).
Dalam
buku ini, masih banyak kisah lainnya yang menggugah, menakjubkan, dan
menggetarkan. Betapa indah dan mulianya pekerjaan seorang ibu. Menjadi ibu
adalah anugerah Tuhan yang merupakan kebahagiaan dan kebanggaan tersendiri.
Inspirasi, spirit, dan motivasi itulah yang hendak dinyalakan lewat buku ini.(Hendra
Sugiantoro).
0 komentar:
Posting Komentar